Thursday, December 27, 2007

BANGKIT

BANGKIT


Dalam temaran lampu kabut alun-alun kota Bondowoso cak Jo bercanda dengan anak dan istrinya. Ya, meskipun hanya menjual minuman hangat tampak ada keakraban. Baru tiga bulan cak Jo pindah di kota Bondowoso yang jauh dari kebisingan kota besar seperti Surabaya. Dulu cak Jo memang tinggal di Sidoarjo, namun karena tempat usahanya di wilayah Porong leyap dalam beberapa hari ia memutuskan untuk meninggalkan kota tercintanya demi mempertahankan hidup. Usahanya yang ia rintis sejak puluhan tahun telah lenyap ditelan lumpur. Lumpur bercampur bau belerang itu sungguh menyegat kehidupannya. Entah, sampai kapan lumpur itu berhenti, tidak akan nada yang tahu. Entah disengaja atau tidak, semburan lumpur itu juga tidak ada yang tahu. Namun semua itu sudah terjadi, lantas mau dibilang apa? Protespun juga perscuma. Rakyat memang seperti lalat, tidak punya kuasa atas tahta.

Rajapun hanya tersenyum diatas tahta, melihat kehidupan kami yang nyaris mati. Kami menyesal memilih raja seandainya tahu kalau keadaannya seperti ini. Meskipun punya kuasa namun tidak memiliki kuasa atas kehidupan kami. Kami akhirnya tersingkir mempertahankan kehidupan dengan cara kami sediri. Mungkin suatu saat para calon penguasa Negara ini juga akan berusaha membeli suara kami. Tapi maaf, suara kami mungkin akan menjadi bisu dan telinga kami akan menjadi tuli. Lidah kami tidak akan mampu bergetar mengelu-elukan sewaktu raja belum bertahta.

Lalu apa arti demokrasi yang selalu di dengung-dengungkan di telinga kami setiap lima tahun sekali. Demokrasi maaf, "tai asu", hanyalah alat untuk membohongi kami. Buktinya kalau sudah jadi raja lupa pada kami. Kami memang tidak punya kuasa namun kami punya hati nurani dan rasa. Sedangkan raja, hanya punya kuasa.

Kini kami salah satu dari yang tersingkir dan mencoba bangkit dari calon kematian. Dewa pencabut nyawa juga enggan mendatangi kami karena kami masih punya harapan untuk hidup. Bukan sekedar hidup, tapi juga ingin melihat kematian sang raja. Entah raja apa saja; raja minyak, raja sayur, raja kayu, maupun raja gombal.

Biarkan kami tetap hidup meskipun hari ini sudah berakhir. Kami berharap esok masih ada hari yang baru untuk mencari kehidupan yang kami mau. Kami yakin suatu saat kami juga akan menjadi raja; entah raja judi, raja ayam, raja hutan, raja kecil atau maaf, raja singa.

<cak jo-bondowoso 21/12.07> dalam temaram lampu kabut di alun-alun kota.

No comments: